Director : Marc Forster
Stars : Khalid Abdalla,
Ahmad Khan Mahmoodzada,
Atossa Leoni
Production Co :
DreamWorks SKG,
Sidney Kimmel Entertainment
Genre : Drama
Genre : Drama
SINOPSIS
Jalan hidup seseorang dapat berubah
drastis hanya karena sebuah pilihan yang salah atau benar. Setidaknya
itulah pesan kuat yang bisa kita petik dari film yang dibuat
berdasarkan novel (dengan judul yang sama) karangan Khaled Hosseini ini. Mengambil lokasi di Afganistan, kisah
jalinan persahabatan antara Amir dan anak pembantunya yang bernama
Hassan mulai bergulir.
Hassan yang lugu, buta huruf, namun setia kawan. Tak hanya itu, ia bahkan rela menerima perlakuan apa saja dari anak majikannya tersebut, termasuk dibohongi dengan beragam cerita palsu. Berbeda dengan Hassan, Amir yang kaya dan kurang perhatian tersebut ternyata pada suatu hari (berhasil) membuktikan bahwa dirinya hanyalah seorang pengecut yang terlalu takut untuk menolong sahabatnya sendiri. Hubungan mereka mulai terkoyak saat Amir hanya bisa diam saja ketika melihat Hassan dianiaya oleh beberapa anak laki-laki dalam sebuah gang. Peristiwa memilukan tersebut terjadi bertepatan dengan berakhirnya turnamen layang-layang di musim dingin tahun 1975. Seiring terhempasnya layang-layang terakhir pada hari itu, maka rebah pula jalinan persahabatan keduanya. Ketika Afganistan jatuh ke tangan Taliban, Amir dan ayahnya memutuskan hengkang ke Amerika. Dua puluh tahun berlalu sudah. Sebuah telepon dari seorang rekan di Afganistan menantang Amir yang telah memiliki istri dan kehidupan sendiri untuk menebus dosa-dosanya pada Hassan di masa lalu. “Hassan telah meninggal, dan ia meninggalkan seorang anak yang memerlukan pertolongan untuk keluar dari panti asuhan dan kehidupan tak layak di Afganistan. Bagaimana Amir? Apa yang akan kau perbuat?”, demikian pertanyaan tersebut bermain-main dalam benak Amir. Tak ingin mengulangi kebodohan dan pilihan yang sama di masa silam, Amir pun bergegas kembali ke Afganistan dan membawa Sohrab (putera Hassan) ikut bersamanya ke Amerika. Well, setidaknya kali ini Amir berhasil mengambil keputusan yang tepat: berani mengikuti kata hatinya.
Hassan yang lugu, buta huruf, namun setia kawan. Tak hanya itu, ia bahkan rela menerima perlakuan apa saja dari anak majikannya tersebut, termasuk dibohongi dengan beragam cerita palsu. Berbeda dengan Hassan, Amir yang kaya dan kurang perhatian tersebut ternyata pada suatu hari (berhasil) membuktikan bahwa dirinya hanyalah seorang pengecut yang terlalu takut untuk menolong sahabatnya sendiri. Hubungan mereka mulai terkoyak saat Amir hanya bisa diam saja ketika melihat Hassan dianiaya oleh beberapa anak laki-laki dalam sebuah gang. Peristiwa memilukan tersebut terjadi bertepatan dengan berakhirnya turnamen layang-layang di musim dingin tahun 1975. Seiring terhempasnya layang-layang terakhir pada hari itu, maka rebah pula jalinan persahabatan keduanya. Ketika Afganistan jatuh ke tangan Taliban, Amir dan ayahnya memutuskan hengkang ke Amerika. Dua puluh tahun berlalu sudah. Sebuah telepon dari seorang rekan di Afganistan menantang Amir yang telah memiliki istri dan kehidupan sendiri untuk menebus dosa-dosanya pada Hassan di masa lalu. “Hassan telah meninggal, dan ia meninggalkan seorang anak yang memerlukan pertolongan untuk keluar dari panti asuhan dan kehidupan tak layak di Afganistan. Bagaimana Amir? Apa yang akan kau perbuat?”, demikian pertanyaan tersebut bermain-main dalam benak Amir. Tak ingin mengulangi kebodohan dan pilihan yang sama di masa silam, Amir pun bergegas kembali ke Afganistan dan membawa Sohrab (putera Hassan) ikut bersamanya ke Amerika. Well, setidaknya kali ini Amir berhasil mengambil keputusan yang tepat: berani mengikuti kata hatinya.